PRABUMULIH, BERANTASSUMSEL.COM - Proyek pengalih arus (Krib, red) atau Peningkatan Perkuatan Tebing Sungai Lematang Kelurahan Payuputat Kota Prabumulih Tahap 1 senilai Rp 10,3 miliar, kini menjadi buah bibir dikalangan masyarakat Prabumulih.
Selain dinilai kurang pengawasan dan papan proyek tak dipampangkan ke publik, ternyata disinyalir proyek yang bersumber dari dana APBN Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VII Provinsi Sumsel itu tidak ada koordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Prabumulih.
Saat dikonfirmasi, Walikota Prabumulih Ir, H Ridho Yahya MM menegaskan pihaknya belum menerima informasi dan laporan terkait adanya proyek dari pusat di Prabumulih.
“Kita belum tahu ada proyek tersebut, tidak ada yang memberikan informasi ke saya. Coba cek ke dinas mana mereka berkoordinasi,” ujarnya, kemarin.
Masih kata Ridho, selama ini memang ada proyek APBN yang masuk ke Prabumulih, seperti proyek normalisasi Sungai Kelekar, dan mereka berkoordinasi dengan Pemkot dan proyek tersebut sedang berjalan. Kalau yang di Kelurahan Payuputat, lanjut Wako, tidak ada sama sekali.
“Yang di Payuputat proyek APBN pengajuannya dari mana, kita tidak tahu sama sekali. Kalau turab dulu ada, nah kalau pemecah arus ini kita kurang tahu sama sekali,” ungkapnya.
Masih kata Ridho, kepada pihak kontraktor yang saat ini mengerjakan proyek tersebut agar mutu kualitas selalu diperhatikan. Selain itu, jalan yang dibangun oleh Pemkot Prabumulih yang rusak akibat dampak pekerjaan tersebut harus diperbaiki.
“Kita dengar katanya jalan yang rusak akan diperbaiki pihak kontraktor, itu bagus. Kalau ada proyek APBN di Prabumulih itu bagus, makanya jangan diganggu harus kita dukung untuk membangun daerah kita,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana (Plt) Kepala Dinas PUPR Kota Prabumulih H Beni ST mengatakan, pihaknya tidak tahu sama sekali ada proyek pemecah arus (hexapods, red) di Kelurahan Payuputat sebesar Rp 10,3 miliar. “Tidak ada koordinasi, makanya kita tidak tahu. Ini saja baru tahu tahu setelah viral dibeberapa media di Prabumulih,” ungkapnya.
Oleh karena itu, sambung Beni, pihaknya langsung menerjunkan tim terdiri dari staf untuk mengkroscek langsung.
“Berkat viral di media online dan cetak, kita langsung mengutus staf ke Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VII Provinsi Sumsel untuk berkoordinasi terkait proyek tersebut,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, selain minim pengawasan proyek yang bersumber dari dana APBN Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VII Provinsi Sumsel, juga terkesan tertutup dari publik karena papan proyek tak ditampilkan ke umum agar masyarakat tidak mengetahui besaran dana pembangunan proyek pemecah arus tersebut.
Menurut Tulus Simanjuntak selaku pelaksana lapangan PT Lamsaruly Artha Kencana saat dikonfirmasi awak media menjelaskan, proyek pengalih arus Sungai Lematang ini sumber dananya berasal dari APBN di Kementerian PUPR. Proyek pengalih arus setidaknya membutuhkan 4,525 hexapod.
“Fungsi dari beton pemecah arus atau hexapods tersebut diperlukan untuk memperlambat laju arus sungai. Selain itu, beton pemecah arus juga diperlukan untuk mempertahankan dinding penahanan tanah supaya tidak abrasi akibat terjangan air sungai yang cukup deras,” terangnya akhir pekan kemarin.
Masih kata Tulus, hexapods tersebut memang diletakan bertumpuk tidak beraturan dibeberapa titik bantaran Sungai Lematang. Hal ini bertujuan agar arus Sungai Lematang yang deras dapat dipecah, sehingga tidak langsung menghantam dinding bantaran sungai.
“Dalam kontraknya kita membuat hexapods sebanyak 4,525 buah dengan anggaran Rp 10,3 miliar. Hexapods dicetak sendiri dengan material adukan semen, pasir, koral dan besi. Hexapods merupakan beton bertulang K 225. Pekerjaan dimulai dari Agustus dan progres pengerjaannya sudah diatas 80 persen,” akunya. (Bakron)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar